Provinsi Jawa Timur (Jatim) dilanda 250 kali gempa akibat pergeseran sesar aktif maupun lempeng sejak 1 Juni hingga 1 Juli 2023.
Kata Satriyo Nurseno, Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Jatim, gempa ratusan kali itu masuk dalam skala magnitudo yang kecil.
“Ada 250 kali info gempa dari BMKG mulai 1 Juni-1 Juli. Iya rata-rata magnitudo kecil,” kata Satriyo kepada suarasurabaya.net, Sabtu (1/7/2023).
Namun sejumlah dampak gempa juga dirasakan cukup signifikan dengan Magnitudo (M) 4,0 di wilayah Bojonegoro, dan M 4,6 di Mojokerto. Sejumlah rumah di kawasan itupun mengalami kerusakan ringan.
Terbaru gempa mengguncang Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) berkekuatan M 6,4. Meski gempa berada di luar wilayah Jatim namun berdampak di empat kabupatan Jatim, yakni Pacitan, Trenggalek, Ponorogo dan Nganjuk.
Namun dampak cukup parah dialami, Pacitan berdasarkan jumlah kerusakan rumah yang mencapai 42 bangunan. “Rumah rusak ringan ada 23, rumah rusak sedang 18, dan rusak berat satu unit,” imbuh Satriyo.
Sedangkan total rumah rusak terdampak gempa di empat kabupaten tersebut mencapai 25 unit rumah rusak ringan, 19 unit rusak sedang, empat unit rusak berat.
Pihak BPBD pun melakukan asesmen di wilayah terdampak gempa untuk pendataan. Selain itu warga terdampak juga diimbau untuk selalu waspada gempa susulan apabila terjadi sewaktu-waktu.
“BPBD Jatim juga memberi bantuan ke wilayah terdampak berupa 150 sembako dan 100 terpal,” ujarnya.
Sementara itu Gatot Soebroto Kepala Pelaksana BPBD Jatim juga mengaku hampir setiap hari provinsi ini dilanda gempa. Namun untuk tingkat durasi dan magnitudo-nya kecil.
Sebagai langkah preventif Gatot selalu berkoordinasi dengan BPBD kota/kabupaten untuk mewaspadai potensi bencana tersebut.
“Kalau gempa hampir setiap hari ada. Ini adalah hal baik untuk melepaskan energinya perlahan, ketimbang tertahan tetapi sekali keluar dayanya sangat besar,” tutur Gatot.
Terpisah Amien Widodo Pakar Geologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember mengutarakan, harus ada penelitian tentang kegempaan di suatu kawasan tertentu.
Menurut Pakar Geologi itu, penelitian tentang kegempaan di suatu kawasan tertentu harus menjadi pertimbangan dalam perencanaan tata ruang.
Menurutnya gempa bukanlah pembunuh sebenarnya, melainkan tata ruang dan kontur bangunan yang buruk hingga menyebabkan keruntuhan menjadi pemicu timbulnya korban.
“Indonesia sudah mengalami gempa berulang ulang yang diikuti kerusakan bangunan baik infrastruktur, gedung maupun bangunan rumah tinggal. Korban manusia tak terhindarkan karena keruntuhan bangunan,” pungkasnya. (ssnet/gk/mjf)
Sumber : suarasurabaya.net