Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengimbau seluruh stakeholder meningkatkan kewaspadaan akan terjadinya kekeringan. BNPB memperkirakan, musim kemarau 2023 di Jawa Timur terjadi pada Mei 2023 hingga September 2023. Adapun, puncak musim kemarau akan terjadi pada Agustus 2023, dan akhir Juli 2023 bagi sebagian daerah di Jatim.
Kekeringan mengancam 27 dari 38 kabupaten atau kota di Jatim. Jika lebih dirinci lagi, ada 1.617 dusun, 844 desa atau kelurahan, dan 221 kecamatan yang terdampak kekeringan tersebut. Estimasi penduduk terdampak mencapai 1.6664.433 jiwa atau 655.277 KK.
Khofifah menambahkan, dari 844 desa atau kelurahan yang terdampak, 500 desa/ kelurahan di antaranya mengalami kering kritis, 253 kering langka, dan 91 kering langka terbatas. Khofifah pun mengaku, tim gabungan dari BNPB, BPBD, Pemkab dan Pemkot, serta komunitas relawan telah disinergikan guna memaksimalkan upaya pencegahan maupun penanggulangan bencana kekeringan tersebut.
“Melihat penurunan dari kasus Karhutla, kita optimis bahwa kekeringan di Jatim akan bisa ditanggulangi dengan baik. Tentunya dengan gabungan dari BNBP, BPDB, Pemda, dan para relawan,” kata Khofifah, Selasa (13/6/2023).
BPBD Jatim juga mulai melaksanakan dropping air bersih ke sejumlah desa terdampak, melalui anggaran APBD Pemprov Jawa Timur. Selain air bersih, telah dilakukan pula pendistribusian tandon dan jerigen, dengan rincian 350 buah tandon dan 10 ribu jeriken.
Khofifah menegaskan, pihaknya akan terus melakukan mitigasi dan penanganan untuk mengantisipasi bencana-bencana di musim kemarau.
“Baik antisipasi kebakaran hutan dan lahan maupun kekeringan. Mohon semuanya saling mawas diri dan meningkatkaan kewaspadaan,” ujar Khofifah.(gk/maja)