Maulud Riyanto, masih mengingat betul ibunya menjadi korban pemerkosaan Yasin Fadilah (49) tetangganya sendiri. Saat kejadian, Riyanto masih bocah duduk di bangku Sekolah Dasar (SD).
Yang diingat Riyanto saat itu, RT setempat dan warga datang ke rumahnya agar kasus pemerkosaan diselesaikan secara damai. Kejadian itu rupanya membekas dan menjadi dendam.
Tak hanya itu, setelah kejadian itu, Riyanto kerap menerima ejekan dari teman-temannya karena ibunya jadi korban pemerkosaan. Selian itu, Yasin, pelaku pemerkosaan juga tak jarang berlaku kasar terhadap Riyanto.
Tumpukan memori kelam ini diterima Riyanto menjadi dendam kesumat. Ia pun kemudian bertekad menuntut balas kepada Yasin saat besar.
Hari pembalasan pun tiba. Pada Senin 16 Desember 2019, Riyanto berkeliling dengan sepeda angin mencari keberadaan Yasin. Setelah diketahui keberadaannya, Riyanto langsung pulang dan mengambil sebilah pisau.
Riyanto dan Yasin kemudian berpapasan di jalan kampung. Dengan sigap siswa kelas XII salah satu SMK di Gempol, Pasuruan itu langsung menikam perut bagian kiri pemerkosa ibunya.
Riyanto langsung kabur meninggalkan pisaunya yang masih tertancap di tubuh Yasin. Korban berteriak meminta tolong warga dan dilarikan ke rumah sakit. Namun karena darah mengucur deras, Yasin tewas dalam perawatan.
Kasus pembunuhan ini langsung diselidiki polisi. Setelah membunuh Yasin, Riyanto ternyata sempat bersembunyi di salah satu rumah warga dahulu. Ia kemudian menelepon temannya untuk minta diantar ke terminal.
Tak lama, polisi berhasil mengendus keberadaan Riyanto di terminal Mojokerto. Ia langsung ditangkap dan dibawa ke Pasuruan. Tak ada rasa penyesalan pada Riyanto saat dihadirkan dalam pers release yang digelar di Mapolres Pasuruan pada Kamis 19 Desember 2019.
Ini karena Kasat Reskrim Polres Pasuruan saat itu AKP Adrian Wimbarda menjelaskan dugaan pemerkosaan korban terhadap ibu pelaku belum bisa dipastikan kebenarannya. Karena saat peristiwa terjadi, pelaku masih bocah.
Pelaku memang dendam karena mendengar ibunya dulu diperkosa. Tersangka sudah menyiapkan pisau itu sejak sebulan sebelumnya. Tapi dia hanya mendengar, tidak melihat,” kata Andria saat itu.
Namun pernyataan polisi ini langsung dipertegas oleh Riyanto, bahwa aksi yang dilakukan karena ibunya diperkosa korban. Hal ini ia ungkapkan langsung di hadapan awak media.
“Saya dengar sendiri saat saya masih SD, ibu saya diperkosa. Saat itu ada pak RT dan warga datang ke rumah dan minta damai. Saya dendam sampai saat ini,” terang Riyanto.
Tapi pembunuhan tetap pembunuhan, Riyanto kemudian dijerat polisi dengan Pasal 340 KUHP, tentang pembunuhan berencana. Ancamannya maksimal hukuman mati atau penjara seumur hidup dan 20 tahun penjara.
Pada 8 Juli 2020, Pengadilan Negeri (PN) Bangil menyatakan Riyanto dijatuhi vonis penjara 13 tahun penjara. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa yakni 20 tahun pidana penjara.
Jaksa yang tak terima dengan vonis kemudian mengajukan banding. Pada Kamis, 10 September 2020 Pengadilan Tinggi (PT) menolak banding jaksa dan menguatkan putusan tetap 13 tahun penjara Pengadilan Negeri Bangil.(gk/maja)