Apotek di Kabupaten Mojokerto mengalami penurunan omzet yang signifikan sejak Kemenkes menginstruksikan larangan sementara penjualan semua obat bebas dalam bentuk sirup kepada masyarakat. Berdasarkan data yang diperoleh dari Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Kabupaten Mojokerto, omzet pendapatan apotek yang anjlok sekitar 40 persen hingga 50 persen selama hampir satu pekan tidak menjual obat sirup/ cair tersebut.
Ketua Pengurus Cabang Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Kabupaten Mojokerto, Didik Andito menjelaskan, sejak apoteker di Mojokerto tidak melayangkan (Mengedarkan) obat sirup apotek di Mojokerto mengalami penurunan omzet yang cukup signifikan akibat larangan sementara peredaran obat sirup tersebut.
“Pasti kalau dampak penurunannya beberapa teman sejawat apoteker, 40 sampai 50 persen penurunan itu, ya omzet-nya hampir separuh rata-rata,” ungkapnya.
Menurut dia, untuk menyiasati anjloknya pendapatan, apotek mengganti obat sirup itu dengan obat isap anak-anak. Namun hal itu juga perlu melakukan edukasi terlebih dahulu kepada masyarakat/ pasiennya untuk pindah ke obat lain.
Meski demikian, apoteker terutama di Mojokerto mulai lega menyusul adanya surat edaran Kemenkes yang memperbolehkan 133 obat sirup untuk kembali dipasarkan.
“Dengan adanya surat edaran itu paling tidak memberikan sedikit kelegaan dan ketenangan apoteker dalam memberikan pelayanan kefarmasian di apotek meskipun masih banyak sekali obat-obatan (Sirup) yang masih belum dirilis oleh BPOM dan Kemenkes,” tegasnya.
Para apoteker di Mojokerto berharap melalui BPOM dan Kemenkes segera memberikan kepastian item obat sirup apa saja yang boleh kembali diedarkan.
Pihaknya juga berharap apoteker juga dapat memberikan edukasi ke masyarakat terkait obat-obatan sirup yang kini sudah diperbolehkan.
“Intinya yang kita harapkan apoteker itu aktif dalam memberikan komunikasi dan edukasi ke masyarakat tidak perlu panik terkait obat sirup ini,” terangnya.
Pihaknya akan terus mendorong pemerintah untuk segera menetapkan obat-obatan sirup/ cair yang boleh diedarkan.
“Saya berharap apoteker di Mojokerto tetap tenang dan tetap berpraktik sesuai dengan standar operasional prosedur kemudian tetap patuh imbauan atau edaran dari Kemenkes. Apoteker diharapkan kreatif memberikan edukasi masyarakat bagaimana obat itu tidak hanya sirup saja tetapi juga ada dalam bentuk lainnya,” tandasnya.
Sementara itu, Kasi Kefarmasian pada bidang Sumber Daya Kesehatan (SDK) Dinkes Kabupaten Mojokerto, Siti Indriastutik, mengatakan pihaknya telah menindaklanjuti penggunaan sejumlah obat sirup yang diperbolehkan dengan sosialisasi di apotek-apotek.
Hal ini, menyusul ada 133 jenis obat sirup/ cair yang dirilis Kemenkes, pada 24 Oktober 2022.”Dari SE Kemenkes terbaru instruksi ada 133 jenis obat sirup yang boleh diedarkan. Dan Tadi sudah kami WhatsApp ke faskes maupun apotek pemakaian obat sirup yang sudah bisa namun jenis obat sirup yang dipakai harus yang sudah tercantum dalam SE Kemenkes,” pungkasnya. (fad/gk)