Bupati Mojokerto Ikfina Fahmawati menekankan pentingnya peran Tim Penggerak (TP) Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) pada lingkup Desa untuk menurunkan angka stunting. Hal tersebut ditekankan karena Pemerintah telah menargetkan program penurunan stunting di tahun 2024 Indonesia terbebas dari stunting hingga 14 persen.
“Rencana aksi penurunan stunting sudah disusun sejak 2018 dan terkendala pandemi covid-19. Saat ini pemerintah mulai bergerak lagi setelah pandemi covid melandai,” ucap Ikfina, saat menyampaikan materi dalam agenda pelatihan peningkatan Kapasitas TP PKK se-Kecamatan, di ruang rapat Kecamatan Jatirejo lantai tiga, Rabu (22/6) siang.
Selain itu, TP PKK desa yang tergabung Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS), akan menjadi ujung tombak yang nanti bersentuhan langsung dengan masyarakat. Angka stunting di Kabupaten Mojokerto sendiri, saat ini menyentuh angka 27,4 persen.
“Pemerintah pusat sudah menargetkan kita pada dikahir tahun 2022 kita diminta angka penurunan stunting di wilayah kita sampai 22.557 balita, pada tahun 2023 akhir sebesar 18.789 balita, dan di tahun 2024 menurunkan hingga sampai 15.031 balita,” ujarnya.
Orang nomor satu di lingkup Pemerintah Kabupaten Mojokerto ini membeberkan rancangan strategi yang harus dilakukan Pemkab Mojokerto dalam menekan angka stunting.
“Jadi ada dua strategi dalam menurunkan stunting, pertama, yang sudah terlanjur lahir, ketika usia belum dua tahun kita harus dorong dengan gizi, jadi intervensi gizi anak stunting jadi tidak stunting batasnya dua tahun. Kedua, bagaimana yang hamil-hamil ini jangan sampai lahir stunting, maka angka stunting akan turun karena penyebabnya stunting itu ada dua garis besar tersebut,” bebernya.
Dalam kasus stunting di Kecamatan Jatirejo sendiri, masih terdapat 563 dari total 1.218 keluarga di Desa Jatirejo yang beresiko stunting. Hal tersebut menjadi atensi tersendiri bagi Pemkab Mojokerto.
“Banyak yang usianya di atas 35 tahun dan 353 orang di desa Jatirejo usianya terlalu tua. Ini harus kita pastikan sehingga semua ini harus KB agar tidak hamil,” ucapnya.
Ikfina juga menjelaskan, ada empat indikator penilaian keluarga resiko stunting, yang pertama prasejahtera, yakni keluarga yang tidak punya sumber penghasilan tetap. Kemudian fasilitas lingkungan tidak sehat, seperti keluarga yang tidak memiliki sumber air bersih. Dan yang ketiga pendidikan di bawah SLTP.
“Selain dibawah SLTP yang beresiko stunting, ada Push empat terlalu yaitu usia diatas 35 tahun, punya anak jaraknya kurang dari dua tahun, anak lebih dari tiga, dan pernikahan di usia dini,” bebernya.
Selain itu, perlu adanya kerjasama dalam menurunkan stunting di wilayah Kabupaten Mojokerto antara TPPS Kecamatan dengan stakeholder lainnya.
“Adanya kerjasama melalui Pustu, Pukesmas, Posyandu dan tim pendamping keluarga ini akan menjadi ujung tombak dalam mendapatkan informasi dan memantau perkembangan,” pungkasnya.