Hasil penelitian mengungkap setidaknya satu miliar orang dengan usia muda terancam kehilangan pendengaran.
Menurut hasil penelitian yang diunggah melalui jurnal BMJ Global Health, Selasa (15/11), ancaman itu datang dari kebiasaan mereka mendengarkan audio dari telepon, musik, film, dan pertunjukan yang terlalu keras dan terlalu lama.
“Kami memperkirakan 0,67 hingga 1,35 miliar orang berusia 12-34 tahun di seluruh dunia kemungkinan terpapar dengan praktik mendengarkan yang tidak aman,” ungkap penulis penelitian tersebut Lauren Dillard.
Dillard yang juga merupakan konsultan WHO dan penstudi post-doctoral di Medical University of South Carolina ini menjelaskan volume suara yang terlalu keras akan menyebabkan sel-sel sensorik dan struktur di telinga menjadi kewalahan.
Jika itu dibiarkan dalam jangka waktu panjang, maka risiko rusaknya indera pendengaran akan semakin tajam, dan mengakibatkan tuli, tinnitus, atau bahkan keduanya.
Dalam melakukan penelitiannya, Dillard mencantumkan beberapa penelitian terdahulu yang menulis artikel ilmiah berbasis meta-analisis tentang praktik mendengarkan yang tidak aman di antara 2000 hingga 2021 melalui tiga basis data.
Objek dari data penelitian tersebut dilacak melalui penggunaan headphone serta data kehadiran yang terdapat pada tempat hiburan, pertunjukan musik, bar, dan juga klab malam.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS sebenarnya telah menetapkan batas tingkat kebisingan yang aman yakni di sekitar 85 desibel selama 40 jam seminggu.
Jika misal Anda mendengarkan hanya 2,5 jam dalam sehari, itu setara dengan sekitar 92 desibel, ungkap penelitian milik Dillard tersebut.
Sementara menurut penelitian Dillard, para pendengar kerap memilih volume setinggi 105 desibel kala menggunakan ponsel pintar, sementara tempat hiburan memiliki frekuensi suara antara 104 hingga 112 desibel.
Beruntung, kebijakan, bisnis, dan individu dapat menerapkan langkah-langkah untuk mendorong pendengaran yang aman dan melindungi pendengaran dari kerusakan seiring waktu, kata Dillard.
Menanggapi penelitian tersebut, De Wet Swanepoel selaku profesor pakar audiologi dari Universitas Pretoria di Afrika Selatan menganggap bahwa gangguan pendengaran memang sudah harus menjadi prioritas kesehatan masyarakat.
Meski tidak terafiliasi dengan penelitian ini, ia menganggap bahwa analisis penelitian ini sangat ketat dan harus diiringi pesan yang kuat.
Terutama, Swanepoel menekankan jika musik sudah selayaknya kebutuhan primer bagi para anak muda.
“Musik adalah hadiah untuk dinikmati seumur hidup,” kata Swanepoel, yang juga pemimpin redaksi International Journal of Audiology. “Pesan (penelitian itu) adalah untuk menikmati musik tapi tetap aman.”
Untuk itu, Dillard mengemukakan beberapa kiat dan solusi dalam mendeteksi risiko dan ancaman yang ada pada pendengaran Anda.
Salah satu hal yang paling kentara adalah telinga berdenging, yang mana menjadi tanda bahwa Anda kerap mendengarkan musik terlampau keras.
Namun selain itu, ada beberapa cara untuk mencegah kerusakan pendengaran Anda yang dapat diatur melalui gawai masing-masing.
Beberapa gawai memungkinkan orang untuk memantau tingkat pendengaran mereka, hingga mengingatkan ketika Anda telah mendengarkan volume keras terlalu lama.(gk/maja)