Mojokerto – Pemkab Mojokerto terus genjot percepatan penurunan angka stunting. Salah satunya dengan menggelontor bantuan Rp 2,1 juta kepada ratusan keluarga yang mempunyai bayi stunting. Tujuannya agar para orang tua dapat memenuhi indikator kecukupan gizi anaknya.
Bupati Mojokerto Ikfina Fahmawati, mengatakan, kasus stunting pada anak usia di bawah lima tahun (balita) merupakan salah satu masalah utama kesehatan di Indonesia. Hal itu terjadi karena balita mengalami kekurangan gizi kronis pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), sehingga mengalami gagal tumbuh. ’’Gagal tumbuh ini merupakan kondisi tubuh anak yang tidak dapat menerima atau memanfaatkan kalori untuk menambah berat badan. Kondisi itu membuat pertumbuhan anak tertinggal dari standar anak pada umumnya,’’ ungkap Ikfina di tengah menyalurkan bantuan tunai langsung (BLT) DBHCHT di Pendopo Kecamatan Bangsal
Sehingga lanjut Ikfina, tahun ini di tengah penyaluran BLT Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) 2022 melalui Dinas Sosial, balita stunting ini menjadi salah satu sasaran keluarga penerima manfaat (KPM). Bantuan senilai total Rp 2,1 juta dari jatah Rp 300 ribu selama tujuh bulan ini diharapkan, bisa mencukupi kebutuhan gizi dan vitamin anak. Dia pun memastikan, jika BLT ini tidak ada biaya potongan sepeser pun. ’’Jadi, Rp 2,1 juta ini bisa digunakan untuk belanja kebutuhan anaknya, beli telur, sayur, beli vitamin dan makan-makanan yang kaya gizi lainnya,’’ tandasnya.
Kepala Dinsos Kabupaten Mojokerto, Try Raharjo Murdianto menambahkan, sebanyak 5.054 KPM yang tersebar di 18 kecamatan memang jadi sasaran BLT DBHCHT 2022. Selain 3.355 orang ini berstatus buruh pabrik rokok produksi dan non produksi, pihaknya juga ada 800 buruh tani tembakau. ’’Di luar sasaran khusus itu, kami juga masukkan 899 KPM masyarakat miskin dan rentan. Di dalamnya termasuk, keluarga yang mempunyai balita stunting,’’ ungkapnya.
Sebagai catatan, penerima sasaran tambahan ini mereka yang masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Meski tergolong prasejahtera, selama ini mereka belum pernah mendapatkan bansos dari pemerintah. Baik yang bersumber dari PKH, Program Sembako, atau BPNT di tahun ini. ’’Khusus stunting, dari data yang kami dapat dari dinkes, ada 212 keluarga,’’ tegasnya.
Dimasukkannya sasaran stunting ini, karena memang menjadi program prioritas nasional menuju bebas stunting. Kendati begitu, kata Try Raharjo, bukan berarti mereka yang masuk sasaran ini data keseluruan. Melainkan ada indikator khusus yang jadi acuan. Utamanya tak lain karena faktor ekonomi yang menjadikan balita stunting pada keluarga tersebut. ’’Tujuan intervensi program ini kan agar masa balita ini semua gizinya terpenuhi. Tapi tentu, tidak semua dapat, karena beberapa faktor. Mungkin dia non DTKS, sudah masuk DTKS tapi menerima bantuan lainnya, dia mampu, ya tidak dapat,’’ paparnya.(gk/maja)