Mojokerto – Tidak ada yang menyangka menjadi seorang narapidana KDRT bisa memberikan kontribusi terhadap sesama, bahkan membebani keluarga. Itulah yang dirasakan seorang napi di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas IIB Mojokerto.
Itulah yang dirasakan Ariyanto, (52) warga asal Desa Kemasantangi, Kecamatan Gondang. Sejak mendekam tahun 2019 lalu, mengabdikan diri memasakkan makanan untuk ratusan narapidana lain setiap harinya selama menjalani vonis tahanannya. Termasuk mengolah menu bersantap selama berbuka dan sahur di bulan Ramadan kali ini.
Ariyanto saat ditemui dalam lapas mengaku, tak menyangka jika dirinya bisa mengabdi dan berkontribusi terhadap para narapidana lain didalam lapas. Terlebih sebelum masuk dalam lapas tahun 2019 dirinya tidak memiliki pengalaman sama sekali soal memasak.
“Bisa masaknya karena otodidak, dulu waktu merantaukan harus bisa masak sendiri. Alhamdulillah sekarang sudah bisa masak apa saja, kaya soto, numis,” ungkapnya, Jumat (08/04/2022).
Ia menceritakan, selama Ramadan ini dia dan 13 narapidana yang bekerja di dapur sudah sejak pukul 13.00 WIB mempersiapkan bahan makanan dan mengolahnya. Barulah nanti pukul 15.00 WIB codong (istilah tempat makan di Lapas) dibagikan ke tiap-tiap sel untuk dinikmati saat berbuka puasa.
Dia pun tak merasa terbebani dengan kerjaan yang digelutinya sejak tahun 2019 lalu. “Senang sekali saya, bisa bagi-bagi tajil sama teman-teman, sama saudara-saudara napi yang ada di sinikan,”bebernya.
Sedangkan, untuk mempersiapkan makanan sahur 975 napi, ia memilih tidak tidur bersama narapidana lain yang bertugas memasak. Hingga tiba waktunya mempersiapkan olahan makanan pada pukul 23.00 WIB.
“Kalau malam kita gak tidur, cuman istirahat nonton TV, itu habis sholat tarawih dan mengaji dulu. Takut kebablasan, kasian napi-napi yang lain, soalnya butuh dua jam an untuk masak. Kita baru tidur habis sholat shubuh,” ucapnya.
Saat ini, dirinya telah lihai dalam menyajikan berbagai menu masakan yang akan di berikan kepada penghui lapas. Seperti soto ayam, tumis kangkung, tumis taoge, tumis sawi putih, sayur bening, dan sayur lodeh yang sudah menjadi menu makanan dalam siklus sepuluh hari warga binaan pemasyarakatan sesuai Permenkumham RI Nomor 40 tahun 2017.
Ia berujar, awal mula bisa mengabdi sebagai juru masak dalam lapas tidak lain karena diri sendiri. Di lain sisi halnini bisa meringankan beban keluarga.
“Saya yang pengen masuk jadi (koki) di sini (dapur Lapas). Biar gak menyusahkan istri, jadi tidak perlu mengantar makanan setiap hari. Sebab saya sudah cukup kenyang di sini,” tegasnya.
Meski demikian, ia pun merasa menyesal atas perbuatan kekerasan yang dilakukan terhadap istri tercintanya. Ariyanto pun berharap saat tiba masanya menghirup udara bebas nanti, bisa kembali berjualan telo di tempat tinggalnya di Kecamatan Gondang.
“Kapok saya, ini jalan saya untuk taubat. Gak mau masuk lagi, saya kalau sudah bebas mau jualan telo lagi,” ucapnya binar.
Sementara, Kalapas Klas IIB Mojokerto Dedy Cahyadi mengapresiasi WBP nya yang mencari kebaikan ibadah selama bulan Ramadan dengan cara memasak makanan untuk ratusan penghuni lain. Sebab, menurut Dedy banyak cara seseorang menuju pertaubatan menjadi umat yang lebih baik.
“Kami tentu akan terus berupaya memberikan motivasi untuk WBP yang suka rela membantu dalam kegiatan rumah tangga Lapas. Utamanya di bulan suci Ramadan ini, agar mereka juga bisa beribadah dengan lancar dan khsusuk,”tandasnya. (Fad)