Anggota Komisi III DPR RI Sarifuddin Sudding kembali mengusulkan agar SIM tak perlu diperpanjang seperti KTP elektronik. Namun, jika SIM berlaku seumur hidup, apakah angka kecelakaan bisa lebih ditekan?
“Saya minta dalam forum ini agar dikaji ulang. Perpanjangan SIM, STNK, TNKB cukup sekali. Supaya meringankan beban masyarakat, sama kayak KTP, KTP itu kan berlaku seumur hidup. SIM juga harus begitu, berlaku seumur hidup,” kata Sudding dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi III DPR RI dengan Korlantas Polri, Rabu (4/11/2024).
Di sisi lain, Ketua Presidium Indonesia Traffic Watch Edison Siahaan menilai, usulan Sudding tersebut tidak bisa diwujudkan. Sebab, perpanjangan SIM ini menyangkut kepada keselamatan berkendara.
“KTP itu adalah kewajiban negara/pemerintah untuk memberikan kepada setiap warga negara. Sedangkan SIM adalah legalitas yang diberikan negara/Polri kepada warganya bahwa orang yang memiliki SIM sudah kompeten menggunakan kendaraan bermotor di jalan raya serta telah memahami tentang keselamatan berlalu lintas. Maka SIM bukan hak warga negara tetapi kewajiban yang harus dimiliki saat menggunakan kendaraan di jalan raya. Sehingga untuk mendapatkan SIM harus lebih dulu melewati berbagai proses dan dinyatakan lulus ujian sesuai ketentuan yang berlaku,” ujarnya.
Kata Edison, kondisi kesehatan seseorang tidak sama saat mengurus SIM dengan ketika memperpanjang masa berlaku SIM. Makanya, tidak tepat jika ada usulan SIM berlaku seumur hidup.
“Apakah anggota dewan tidak mengetahui dampak kecelakaan yang terus terjadi dan menelan korban jiwa yang sangat banyak. Proses SIM adalah salah satu upaya untuk meningkatkan kompetensi menggunakan kendaraan bermotor di jalan raya,” ungkapnya.
Praktisi keselamatan berkendara dari Safety Defensive Consultant Indonesia (SDCI), Sony Susmana, menyebut kondisi mental pengemudi tidak pernah stabil. Kemampuan motorik juga dapat menurun seiring dengan bertambahnya usia. Risiko bahaya pun berubah-ubah dan pengetahuan pengemudi dalam berkendara perlu ditambah.
Menurut Sony, SIM tidak bisa berlaku seumur hidup. Sebab, masa berlaku SIM yang hanya 5 tahun saja angka kecelakaannya bisa tinggi, apalagi jika masa berlaku SIM seumur hidup.
“Kalau umur SIM seumur hidup, maka kita akan siap-siap menggali kuburan di tengah jalan. Saya bilang itu karena tingkat kecelakaan akan meningkat sampai dengan jumlah korban jiwa,” ucapnya.
Dalam putusannya menolak usulan SIM seumur hidup, Mahkamah Konstitusi (MK) mengatakan mekanisme evaluasi dalam proses perpanjangan masa berlaku SIM juga merupakan upaya untuk membangun budaya tertib lalu lintas. Dengan begitu, kecelakaan lalu lintas dapat dicegah dilihat dari dua aspek, yaitu aspek pelaku dan aspek usia.
Kecelakaan yang terjadi akibat aspek pelaku tercatat antara 71 persen sampai dengan 79 persen pelakunya adalah pengemudi kendaraan bermotor yang tidak memiliki SIM. Dan jika dikaitkan dengan usia, mayoritas pelaku kecelakaan adalah pada rentang usia 22-29 tahun dengan persentase 17 persen sampai dengan 20 persen apabila dibandingkan dengan usia pelaku kecelakaan pada rentang usia lain.
Oleh karena itu, menurut MK, evaluasi kompetensi melalui perpanjangan SIM sangat diperlukan karena merupakan salah satu faktor penurun tingkat fatalitas kecelakaan. Melalui proses penerbitan termasuk perpanjangan SIM, pemegang SIM akan dipastikan masih memiliki kompetensi dan kesehatan untuk mengemudikan kendaraan bermotor. Efektifnya evaluasi terhadap pemegang SIM akan dapat mencegah kecelakaan dan mengurangi tingkat fatalitas korban kecelakaan.
Data dari Korlantas Polri membuktikan angka kecelakaan lalu lintas di Indonesia masih sangat tinggi. Tercatat sepanjang tahun 2023 ada 152.008 kejadian kecelakaan.
Dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, angka kecelakaan itu justru terus meningkat. Dalam data yang dihimpun Polri, pada tahun 2021, jumlah kecelakaan lalu lintas sebesar 103.645 kejadian. Kemudian pada tahun 2022, angka kecelakaan lalu lintas jumlahnya meningkat menjadi 137.851 kejadian. Berlanjut pada tahun 2023 angkanya meningkat hingga tembus 152 ribu lebih. Dari ratusan ribu kejadian kecelakaan itu, 27.896 di antaranya meninggal dunia. Sementara 15.154 lainnya menderita luka berat, 180.920 sisanya mengalami luka ringan.
Soal jenis kendaraan, roda dua menjadi penyumbang terbesar. Sebanyak 76 persen dari 152.008 kejadian melibatkan sepeda motor. Kecelakaan terbesar kedua melibatkan truk sebesar 10 persen, diikuti bus 8 persen, mobil 2 persen, pejalan kaki 2 persen, dan lain-lain 1,8 persen. (tik/mjf/gk)