Wali Kota Mojokerto Ika Puspitasari menekankan pentingnya validitas data dalam menjalankan setiap program, termasuk dalam penurunan kasus stunting di Kota Mojokerto.
“Menyelesaikan kasus stunting tidak hanya kerja di lapangan, data ini juga penting. Karena dari data inilah kerja kita diakui atau tidak. Semuanya sudah berupaya matian-matian tetapi data yang dirilis itu tidak akurat tidak akan ada artinya. Jadi betapa pentingnya validitas data itu yang harus kita perjuangkan,” kata wali kota saat menyampaikan pengarahan dalam Audit Stunting Kota Mojokerto di Ruang Sabha Mandala Madya pada Kamis (22/6).
Wali kota perempuan pertama di Kota Mojokerto ini juga menegaskan bahwa validitas data selain menjadi tolak ukur hasil kinerja juga menjadi dasar pembuatan kebijakan.
“Kinerja kita akan diakui, keputusan dan kebijakan kita akan tepat sasaran kalau kita punya data yang valid. Tanpa data yang valid miliaran anggaran yang kita gelontorkan hasilnya tidak akan bisa terukur dengan valid,” tegasnya.
Kepada para peserta audit stunting yang merupakan perwakilan dari perangkat daerah, TP PKK, Dharma Wanita Ning Ita, sapaan akrab wali kota menjelaskan bahwa data prevalensi stunting di Kota Mojokerto yang dirilis oleh Survei Standar Gizi Indonesia (SSGI) adalah kurang sesuai. Karena data riil balita stunting berdasarkan Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (EPPGBM) Kota Mojokerto pada 2022 hanya sebesar 3,12% namun berdasarkan data SSGI mencapai 8,4%. Berdasarkan ketimpangan data tersebut, Ning Ita mengimbau untuk memperkuat validitas data disamping pendampingan intensif di lapangan.
“Untuk melaksanakan program penurunan stunting itu semuanya berbasis anggaran. Kalau anggaran setiap perangkat daerah ditambahkan jumlahnya miliaran. Maka kalau kemudian setelah anggaran miliaran dikeluarkan tetapi data yang dirilis lembaga resmi ini stuntingnya naik itu berarti kinerja kita dianggap tidak akuntabel secara pemerintahan,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Ning Ita mengarahkan untuk melakukan akurasi data EPPBGM. Karena berdasarkan hasil EPPGBM bulan Mei 2023 di Kota Mojokerto hanya terdapat 148 balita stunting dari total sekitar 5700-an balita.“Yang harus kita penuhi tanpa SSGI salah satunya yaitu menggunakan antropometri terstandar 100% dan ini adalah tugas Dinkes segera dilakukan jangan sampai terlambat,” pintanya.
Dalam kesempatan ini, Ning Ita juga mengajak seluruh pihak untuk memperkuat sinergi baik untuk pendampingan di lapangan maupun penyiapan data.“Monggo kita bekerja bersinergi menyinkronkan di lapangan jalan dengan baik, penyediaan data berkaitan dengan administrasi dilengkapi juga dengan baik,” pungkasnya
Sebagai informasi angka prevalensi stunting Kota Mojokerto berdasarkan hasil Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (EPPGBM).selama 4 tahun terakhir terus mengalami penurunan. Yaitu dari 9.04 % pada tahun 2019, kemudian pada tahun 2020 turun menjadi 7,71 % dan semakin turun menjadi 4.84 % di tahun 2021, dan pada tahun 2022 menjadi 3.12%. (inf/mjf/may)