Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan potensi peningkatan peristiwa kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Indonesia pada tahun ini.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengaku khawatir Karhutla tahun 2023 ini separah tahun 2019. Pasalnya, terdapat potensi terjadinya penurunan curah hujan setelah 3 tahun terakhir 2020, 2021, 2022.
Berdasarkan catatan BNPB, karhutla 2019 membakar 857 ribu hektare lahan. Karhutla tahun tersebut merupakan yang terparah dari tiga tahun sebelumnya.
“Sehingga dikhawatirkan dapat terjadi peningkatan potensi Karhutla seperti yang terjadi di tahun 2019,” kata Dwikorita dalam keterangan tertulisnya, Jumat (27/1).
Dwikorita menyatakan potensi ancaman karhutla tahun 2023 semakin tinggi memasuki musim kemarau yang diprakirakan akan dimulai pada April – Mei mendatang. Terutama daerah-daerah yang yang memiliki kawasan hutan dan lahan gambut.
“Pemerintah Daerah harus bersiap, masyarakat pun perlu diedukasi dan diberikan sosialisasi agar juga melakukan pencegahan dan antisipasi dengan tidak melakukan pembakaran secara sembarangan,” ujarnya.
Dia mengklaim BMKG bersama BNPB, BPBD, TNI/Polri, Badan Restorasi Gambut dan Mangrove, Pemprov, dan Pemkab setempat terus berkoordinasi dan menyiapkan berbagai langkah antisipasi dan persiapan.
“Serta peringatan dini menghadapi karhutla, termasuk menyiapkan skenario operasi teknologi modifikasi cuaca (TMC),” ucapnya.
Sebelumnya, BMKG juga mengungkapkan Riau dan Sumatera merupakan provinsi dengan waspada potesi karhutla pada Februari mendatang.
Dwikorita mengatakan hal tersebut patut diwaspadai sebab pada 2023 akan terjadi penurunan hujan karena fenomena La Nina semakin melemah. Riau diprediksi akan memasuki masa kemarau lebih cepat dibanding wilayah lainnya.
“Artinya, potensi Karhutla perlu diwaspadai di bulan Februari untuk wilayah Riau, sebagian Sumatera Utara dan sebagian Jambi,” ujarnya.(gk/maja)