Kementerian BUMN terus mendorong transformasi pada perusahaan pelat merah untuk berusaha menjaga ketahanan pangan dan energi di tengah ancaman ketidakpastian global. Salah satu langkah strategis Kementerian BUMN adalah melakukan transformasi pada PT Perkebunan Nusantara (PTPN)
Untuk meningkatkan produksi dan hilirisasi gula, Kementerian BUMN membuat terobosan dengan membentuk perusahaan perkebunan tebu dalam satu entitas bernama Sugar Co atau PT Sinergi Gula Nusantara (SGN).
Menteri BUMN Erick Thohir menilai langkah ini sejalan dengan prioritas Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang selalu menekankan pembangunan ekosistem dan mengurangi ketergantungan atas rantai pasok dunia untuk sektor pangan dan energi.
“Fokus Sugar Co tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan gula nasional, meningkatkan kesejahteraan petani tebu, menjaga stabilitas harga gula petani, tetapi juga menjadi produsen bioetanol yang merupakan produk turunan dari tebu sebagai campuran bahan bakar minyak,” kata Menteri Erick dalam acara Kick-off Revitalisasi Industri Gula Nasional untuk Ketahanan Pangan dan Energi di Kebun Tebu Temugiring, Kecamatan Gedeg, Kabupaten Mojokerto, Senin (10/10) sore. Acara tersebut dihadiri Wakil Menteri BUMN, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh, Anggota VII BPK RI Hendra Susanto, Dirut PTPN 3, Komisaris Utama PTPN, serta Dirut PT Pertamina Nicke Widyawati.
Selain membentuk Sugar Co, PTPN juga melakukan langkah strategis dengan membentuk Palm Co atau sebagai perusahaan spin-off PTPN untuk hilirisasi kelapa sawit. Adapun untuk pengembangan produk komoditas lainnya, dikelompokkan ke dalam payung Supporting Co.
Dengan terbentuknya Sugar Co, maka payung usaha ini menjadi raksasa produsen gula di Tanah Air yang berhasil mengintegrasikan 7 perusahaan PTPN dan 2 cucu perusahaan. Namun lebih dari itu, Sugar Co juga nantinya akan menjadi tulang punggung ketahanan pangan dan salah satu penggerak ketahanan energi nasional dengan produk bioetanol.
“Hari ini coba kita kick off, kita berharap revitalisasi industri Gula untuk ketahanan pangan dan energi di Kabupaten Mojokerto ini dapat memenuhi kebutuhan gula nasional untuk jangka menengah dan panjang,” tandasnya.
Presiden Jokowi, lanjut Erick, juga ingin memastikan kesejahteraan petani harus menjadi bagian dalam revitalisasi ini. “Kita ingin memastikan pendapatan petani yang Rp 13,1 juta per hektare didorong menjadi Rp 32,1 juta per hektare. Tapi jangan terburu-buru, bertahap karena perlu juga yang namanya pupuk, bibit, dan off-taker-nya,” ucapnya.
Seperti diketahui, Bioetanol merupakan salah satu bahan bakar alternatif berasal dari tumbuhan yang sudah melewati proses fermentasi, salah satu tumbuhan yang bisa dimanfaatkan adalah tebu. Berdasarkan hasil studi di Brazil, 1 ton tebu dapat menghasilkan setara 1,2 barrel minyak mentah.
“Seiring dengan meningkatnya produksi tebu nasional, Sugar Co sendiri berpotensi memproduksi bioetanol sebanyak 1,2 juta kilo liter pada 2030,” ujar Erick.
Melihat potensi yang begitu besar, Pertamina pun akan memulai pilot project di Pabrik Gula (PG) Gempolkrep untuk memproduksi Bioetanol dari Sugar Co.
“Dengan mencampur Bioetanol ke BBM Pertamina yang sudah ada, maka BBM Pertamina akan lebih ramah lingkungan,” ungkapnya.
Lebih lanjut Erick mengatakan revitalisasi industri gula yang dilakukan oleh BUMN dapat memperluas hilirisasi produk yang bisa menyerap lebih banyak lapangan kerja. Erick mengatakan sektor ini memiliki turunan dalam bentuk ampas tebu yang dapat mendukung industri farmasi.
“Ampas tebu ini salah satu bahan baku farmasi yang halal. Dengan demikian produk farmasi akan lebih terjangkau karena tidak impor bahan bakunya. Ikhtiar ini perlu dukungan semua pihak, kedaulatan pangan dan energi harus kita ciptakan bersama-sama,” tambah dia.
Sementara itu, Bupati Mojokerto Ikfina Fahmawati juga telah memastikan, bahwa program revitalisasi pertanian tebu dengan menggunakan teknologi pertanian modern di wilayah Kabupaten Mojokerto tidak akan mengurangi sumber daya manusia maupun tenaga kerja yang ada.
“Tadi pak menteri sudah memastikan bahwa ini tidak akan mengurangi tenaga kerja, tetapi akan meningkatkan kualitas dari tenaga kerja yang ada. karena tetap alat-alat ini dioperasikan oleh petani-petani yang sudah ada. Sehingga memang Pembukaan lahan yang luas tadi itu memang dibarengi dengan peningkatan teknologi dari alat-alat pertanian,” terangnya.
Pak Menteri BUMN, Lanjut Ikfina, juga sudah mengatakan bahwa pembukaan lahan tersebut tidak hanya untuk masalah pertanian tebu, tapi juga akan digunakan untuk seluruh komoditi pertanian di Kabupaten Mojokerto.
“Mulai dari bibitnya, kemudian pemupukan yang tepat jumlah dan tepat waktu. Termasuk juga bagaimana kita bisa memetakan kondisi tanah pertanian di Kabupaten Mojokerto,” tambahnya.
Selain itu, masih Ikfina, yang tak kalah pentingnya juga terkait dengan masalah pengairan dan juga pengelolaan. Termasuk pada saat panen dan pasca panen serta pengendalian pangan yang semuanya harus dikelola dengan baik.
“Sehingga kemudian kita dengan potensi yang ada, tanpa harus memperluas lahan pertanian, kita bisa meningkatkan produktivitas hasil pertanian, kita akan maksimalkan itu di Kabupaten Mojokerto,” pungkasnya.