Warga di Desa Mojorejo, Kecamatan Kemlagi, Kabupaten Mojokerto mengeluhkan kualitas beras bantuan yang mereka terima dari program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Pasalnya beras tersebut remuk dan berkutu.
Salah satunya dialami LI penerima KPM asal Desa Mojorejo, Kecamatan Kemlagi ini. Beras yang diterima kualitasnya sangat buruk dan tak laik konsumsi. Lantaran, beras sebanyak 30 Kilogram yang dicairkan dari Agen BPNT itu berkualitas buruk.
Selain remuk dan bekutu, ia menduga 70 persen berasa yang diberikan merupakan menir dan berbau apek.
“Berasnya remek (remuk), baunya juga apek. Sampai sekarang belum dimasak,” ungkapnya Selasa (22/8/2022).
Ia menjelaskan, beras bantuan itu dicairkan melalui Agen BPNT di Desa Mojokumpul, pada Minggu (21/8/2022) lalu. Dari besaran bantuan Rp 400 ribu, dirinya mendapatkan 30 Kg beras, 2 Kg telur serta beberapa bahan pangan lainnya.
“Berasnya itu satu sak isi 25 Kg dan 5 Kg ditaruh di kresek (plastik). Katanya harga perkilonya Rp 10 ribu. Kondisinya ya kayak gitu, remek,” bebernya.
Dia berujar menerima beras BPNT dalam dua kemasan berbeda sebanyak 30 Kg, yang pertama kemasan 25 Kg dikemas dalam sak dengan merek Raja Lele. Kemudian sebanyak 5 Kg dikemas dalam kantung plastik putih.
Meski terlihat bagus dan berwarna putih, tapi kondisi beras tersebut kotor, jauh dari standar kualitas yang ditetapkan pemerintah meski dengan harga standard di pasaran.
Hal senada juga dirasakan oleh KPM lain berinisial A warga Desa Mojodadi. Sang anak yang berinisial D mengatakan, beras BPNT yang diterima kualitasnya jelek dan patah-patah.
Jika dilihat dari kualitas yang diterima, harga beras tersebut harusnya jauh lebih murah dibandingkan dengan harga yang dibanderol di Agen BPNT.
“Berasnya apek, g enak di masak. Kalau di masak, besok pagi gitu warnanya berubah kuning. Kemarin beli berasnya harga Rp 10.000. Sebenarnya ada yang harga Rp 10.500 tapi kemarin habis,” bebernya.
Ia mengaku, sudah dua bulan ini menerima beras kualitas buruk saat mencairkan BPNT di Agen tersebut. Berbeda dengan kualitas beras yang diterima ketika ia mencairkan BPNT di e-waroeng.
“Dua bulan ini ke agen karena kalau di e-waroeng kemarin antrenya banyak. Saya milih ke agen karena dekat, tapi ternyata kualitas berasnya jelek,” ungkap D.
Baik D maupun Li mengaku enggan untuk melaporkan buruknya kualitas beras yang diterima ke pendamping program. Mayoritas para KPM ini takut khawatir dicoret dari daftar penerima bantuan.
“Kita ya tidak berani mas, nanti dikira cerewet sudah diberi bantuan tidak terimakasih,” tandasnya.