Indonesia disebut akan masuk ke fase krisis beras lagi. Kepala Badan Pangan (Bapanas) Arief Prasetyo mengungkapkan hal ini bisa terjadi apabila masa tanam bulan Maret-April menghasilkan produksi beras di bawah 2,5 juta ton.
Menurut dia, Indonesia telah berhasil melewati fase krisis pertama. Fase krisis kedua ini tergantung tanam Maret dan April. Masih tanam di atas 1 juta hektar, maka bulan 7 kita tetap masih punya beras di atas 2,5 juta ton,” kata Arief saat ditemui di Jakarta, Senin (4/3/2024).
Sebelumnya, Indonesia berhasil telah melewati fase krisis. Di mana harga beras melambung tinggi di tengah produksi beras dalam negeri yang menurun.
Untuk itu, dia bilang pemerintah harus bersiaga dengan ketersediaan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) aman. Arief menerangkan caranya dengan menyerap hasil panen Maret-April apabila telah melampaui kebutuhan dalam negeri.
“Maka pemerintah sudah bersiap dengan CBP-nya karena Juli hingga akhir tahun, awal tahun menjadi masa pemerintah melakukan intervensi. Caranya dengan panen, serap, panen, serap,” jelasnya.
Senada, Ketua Umum Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi), Sutarto Alimoeso juga turut mewanti-wanti soal gagal panen pada bulan Juli-Agustus. Hal ini disebabkan masih banyaknya lahan sawah yang digunakan untuk kegiatan non-sawah.
“Nah kalau ini tidak terjadi harus siap-siap. Kemungkinan itu bisa saja terjadi karena apa? Saya mencatat dengan teman di lapangan masih adanya konservasi lahan di sawah itu masih berjalan,” kata pria yang dikenal dengan Tarto.
Dia menjelaskan dengan adanya konversi lahan ini, membuat produksi beras dalam negeri turun. Biasanya, pada bulan Maret dapat produksi hingga 5 juta ton, tahun ini hanya 3,5 juta ton beras.
“Saya melihat data seperti itu, meskipun masih hipotesis saya ya. Berarti lahan irigasi banyak bergeser konversi ke untuk non sawah. Menurut saya, karena luas panennya kita turun, produksinya juga turun,” jelasnya. (gk/mjf)