Mahasiswa cipayung plus yang terdiri dari berbagai organisasi mahasiswa Mojokerto dan aliansi Mahasiswa mengelar aksi penolakan kenaikan BBM. Saat mendatangi Kantor DPRD Kabupaten Mojokerto, mereka mengsetrap sejumlah anggota dewan.
Hukuman yang dilakukan oleh ratusan mahasiswa ini dilakukan lantaran mahasiswa menganggap mereka tak becus menjadi perwakilan rakyat, terlebih ketua DPRD Kabupaten Mojokerto tak kunjung menemui mereka. Sehingga mahasiswa meminta agar sejumlah anggota dewan berdiri di depan kantor DPRD dan dilihati oleh ratusan mahasiswa.
Bahkan, ditengah protes kenaikan BBM kali ini sempat diwarnai permintaan mahasiswa agar salah seorang anggota dewan mencopot topi.
“Mari kita Setrap mereka kita duduk biar mereka berdiri kepanasan,” ungkap Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Mojokerto Elang Teja Kusuma melalu pengeras suara.
Sebelum, mengstrap sejumlah anggota dewan mahasiswa juga nampak membakar ban bekas dan memasang dua kain bertuliskan “BBM Bukan Proyek Politik” yang dipasang di pagar gedung DPRD Kabupaten Mojokerto.
Aksi yang berlangsung di gedung DPR kabupaten Mojokerto berlangsung selama satu jam lebih, mahasiswa membubarkan diri setelah tuntutan mereka diterima oleh Ketua DPRD Kabupaten Mojokerto.
Ketua Umum HMI Cabang Mojokerto, Elang Teja Kusuma mengatakan bahwa Cipayung Plus membawa 3 tuntutan.
“Pertama, pencabutan kenaikan harga BBM. Kedua, transparansi bantuan langsung tunai kepada masyarakat. Ketiga, mendesak untuk membuat Perbup atau Perwali yang bertujuan untuk stabilisasi ekonomi di daerah,” ujar Teja.
Teja berharap dengan demonstrasi aksi massa oleh Cipayung Plus di Mojokerto ini tuntutan mahasiswa ini agar segera ditindak secepatnya.
Teja berharap, di era pemerintah Jokowi ini agar tidak gegabah mengambil keputusan sehingga menyengsarakan rakyat kecil.
“Pesan saya jangan gegabah mengambil kebijakan, apalagi melibatkan kepentingan orang banyak. Karena BBM ini sendiri adalah salah satu rangkaian untuk mengatur laju inflasi,” ujar Teja.
Teja menyebut, seharusnya pemerintah era Jokowi ini tidak lantas langsung menaikkan harga BBM subsidi dari Rp 7.650 ke angka Rp 10.000. Meskioun BBM dinaikkan, minimal tidak terlalu banyak.
“Andaikan BBM bersubsidi itu dicabut, harus ada pertimbangan-pertimbangan lain. Kalau naikkan harga itu tidak langsung banyak begitu, harus sedikit demi sedikit begitu,” pungkasnya.
Terpisah, Ketua DPC GMNI Mojokerto, Khoirul Lukmana mengatakan bahwa isi tuntutan mahasiswa sama seperti sebelumnya. Irul, sapaannya mengaku hal yang mendesak untuk segera dibentuk Satuan tugas khusus pengawasan BBM bersubsidi di Kabupaten Mojokerto.
“Menurut hasil kajian kami di daerah, hal terpenting adalah segera dibentuk satgas untuk mengawasi BBM bersubsidi. Karena masih banyak mobil-mobil di Mojokerto menurut aturan tidak diperbolehkan membeli BBM bersubsidi, namun faktanya masih membeli,” tandasnya.