Mojokerto – Mejelis hakim menjatuhkan hukuman selama 13 tahun dan denda sebesar 1 Milyaran terhadap pengasuh pondok pesantren di Kecamatan Kutorejo, Kabupaten Mojokerto yang tega mencabuli sejumlah santriwati.
Dia terbukti menyetubuhi dan mencabuli 5 santriwatinya sendiri dengan modus bujuk rayu. Bahkan para santriwati yang menjadi korban pencabulan rata-rata masih berusia di bawah umur.
Sidang pembaca putusan itu digelar di Ruangan Candra Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto, Selasa (12/04/2022) kemarin,
dengan dipimpin Ketua Majelis Hakim Ardiani serta hakim anggota Syufrinaldi dan Made Cintia Buanah tersebut, juga dihadiri keluarga terdakwa.
Dalam putusannya, majelis hakim menilai Pengasuh Ponpes Darul Muttaqin, Desa Sampangagung, Kecamatan Kutorejo, Kabupaten Mojokerto terbukti bersalah telah melakukan tindakan pencabulan terhadap anak di bawah umur.
Berdasarkan fakta-fakta persidangan, Achmad Muhlis secara sah terbukti bersalah karena telah menyetubuhi satu orang santriwatinya. Tak hanya itu, bapak dua anak ini juga melakukan tindakan pencabulan kepada empat satriwati lainnya dalam kurun waktu sejak 2018-2021. Mirisnya lagi, aksi tak senonoh itu dilakukan di lingkungan pesantren.
“Menjatuhkan hukuman pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 13 tahun dan denda sebesar 1 miliar rupiah. Dan apabila denda tersebut tidak dibayar maka akan diganti pidana penjara semala 3 bulan,” ungkap Ketua Majelis Hakim Ardiani.
Dalam putusan tersebut mejelis hakim mengungkapkan terdapat beberapa hal yang memberatkan dan menjadi pertimbangan majelis hakim dalam menjatuhkan vonis 13 penjara terhadap Achmad Muhlis.
Di antaranya, selama persidangan terdakwa tidak pernah mengaku bersalah serta mengakui perbuatannya menyetubuhi dan mencabuli satriwatinya. Selain itu, terdakwa juga membantah dakwaan yang disampaikan JPU.
“Terdakwa juga berbelit-belit dalam memberikan keterangan di dalam persidangan. Terdakwa selaku pendidik seharusnya melindungi korban bukan malah melakukan tidak asusila. Sedangka yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum,” tegasnya.
Sementara itu, menanggapi vonis 13 tahun penjara yang dijatuhkan kepada Achmad Muhlis. Agung Supangkat, kuasa hukum terdakwa mengatakan, hukum terhadap terdakwa terlalu memberatkan.
“Menurut saya itu memberatkan, karena persetubuhannya itu masih saya ragukan. Kalau pegang-pegang mungkin iya, tapi kalau persetubuhannya saya tidak yakin. Tapi kan itu jadi kesatuan,” jelas Agung.
Agung menyatakan, masih akan menimbang-nimbang terhadap putusan majelis hakim ini. Ia juga akan melakukan konsultasi dengan klien serta tim penasehat hukum Achmad Muhlis, guna memutuskan apakah melakukan upaya banding atau menerima putusan tersebut.
“Kemungkinan besar ada upaya banding. Namun saya belum berani mutusi sekarang, kita diskusi dulu dengan tim yang lain,” jelasnya.
Sebelumnya, awal terbongkar kasus ini berawal dari penolakan ajakan persetubuhan yang kedua kalinya yang akan dilakukan Abi Mukhlis terhadap korban pada 15 September 2021.
Korban yang merasa terbujuk, akhirnya memilih mengadu kepada orang tuanya. Tak terima putrinya diduga dicabuli dan disetubuhi, orang tua korban melaporkan Muhlish ke Polres Mojokerto pada Jumat (15/10).
Berdasarkan pengakuan korban, aksi tak senonoh itu dilakukan oleh AM sejak tahun 2018 di dalam pondok pesantren (ponpes).
Bukan hanya di cabuli korban juga disetubuhi.
Hingga Achmad Muhlis Pengasuh pesantren di Desa Sampangagung, Kutorejo, Kabupaten Mojokerto ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak kepolisian.
Aksi pencabulan itu dilakukan Achmad di asrama putri pesantren. Modusnya, yakni mendapatkan berkah dari kiai. Dari hasil pemeriksaan kepolisian terkuak, ada 4 orang santriwati lainnya yang menjadi korban pencabulan Achmad. (Fad)