Lebaran idulfitri 2024 berpeluang besar serentak antara Pemerintah, Nahdlatul Ulama, dan Muhammadiyah lantaran kondisi hilal atau Bulan penanda awal hijriah sudah memenuhi syarat setiap kubu.
Hal itu terungkap dalam Informasi Prakiraan Hilal saat Matahari Terbenam Tanggal 9 April Penentu Awal Bulan Syawal 1445 H dari Pusat Seismologi Teknik Geofisika Potensial dan Tanda Waktu Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
Dalam menentukan awal bulan hijriah, termasuk ramadhan dan syawal, Pemerintah-PBNU menganut kriteria MABIMS. Sementara, Muhammadiyah memakai kriteria wujudul hilal.
MABIMS, yang merupakan kesepakatan Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Singapura punya patokan awal hijriah adalah hilal punya tinggi minimal 3 derajat, elongasi atau jarak sudut Matahari-Bulan 6,4 derajat.
Di sisi lain, Muhammadiyah tetap menghitung bulan baru selama ketinggian hilal sudah terhitung di atas 0 derajat.
Hal inilah yang sering memicu perbedaan hari besar islam, termasuk awal Ramadhan 2024. Berdasarkan hasil prediksi BMKG, perbedaan itu kemungkinan tak terjadi di Idufitri 2024.
BMKG sendiri menghitung prakiraan hilal penentu Syawal ini berdasarkan kondisi di saat ijtimak atau konjungsi atau satu putaran penuh Bulan mengelilingi Bumi, yakni pada 9 April sebelum magrib.
Untuk mengukur kondisi hilal, BMKG menggunakan waktu Matahari terbenam, paling awal pukul 17.38.35 WIT di Merauke, Papua; dan paling akhir pukul 18.46.48 WIB di Sabang, Aceh.
Hasilnya, semua kategori sudah di atas angka minimal MABIMS. Idulfitri versi pemerintah pun diprediksi jatuh keesokan harinya, sama seperti Muhammadiyah.
Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Antariksa (BRIN) Thomas Djamaluddin menambahkan prediksi tinggi bulan di Jakarta pada 9 April mencapai ketinggian 6,3 derajat dan elongasi 8,9 derajat.
“Sehingga Idul Fitrinya insyaallah akan seragam pada 10 April,” ujar dia, di kantor BRIN, Jakarta, Jumat (8/3).