Mainan jadul yang dimainkan dengan cara memadukan dua bola plastik padat bernama lato-lato kembali naik daun lewat media sosial. Anak-anak dari generasi alpha pun ikut teracuni tren mainan yang dulu dimainkan oleh ayah bahkan kakek dari mereka ini.
Kepopuleran mainan yang di Bali disebut tek-tekan ini berawal dari media sosial TikTok, kemudian merebak di Pulau Jawa. Demam lato-lato ini pun sampai ke Pulau Bali. Terlihat di berbagai tempat baik di rumah dan di pinggir jalan, generasi kelahiran 2010 ke atas bermain sembari menyincinkan lato-lato di jari mereka.
Meskipun kalangan dewasa juga tidak mau kalah mengikuti tren bermain lato-lato, kebanyakan dari generasi belia mulai usia PAUD hingga SD yang mendominasi. Seperti dua bocah SD, Made Bima, 10, dan Sutendra, 9, yang tengah membeli lato-lato di toko mainan di kawasan Jalan Wahidin, Kelurahan Pemecutan, Denpasar Barat.
Dua sekawan ini mengaku mengenal permainan lato-lato dari YouTube dan TikTok, juga karena teman sepermainan mereka tengah menggandrunginya. Keduanya mengaku sering mengadakan lomba kecil-kecilan bersama rekan-rekannya yang lain usai pulang sekolah.
Sembari memainkan lato-lato di tangannya, rekan Bima, Sutendra pun mengaku mengetahui dan belajar cara memainkan permainan yang ngetren pada era 1990-an ini dari media sosial. Meskipun memang dari cara Sutendra memainkan lato-lato, terlihat baru saja mulai belajar memainkan mainan ikonik temuan Indonesia ini.
“Pas pulang sekolah sering main lato-lato sama teman-teman, sering tanding,” ujar Sutendra dengan percaya diri.
Lomba lato-lato ini, kata Sutendra, dilakukan dengan cara adu durasi mengayunkan lato-lato. Pemain yang paling lama dan stabil mengayunkan lato-lato akan dinobatkan menjadi jawara di antara teman sepermainan mereka.
Maka tidak heran, fenomena ini pun menyedot semakin banyak anak-anak yang terpengaruh dan ikut-ikutan tren. Pasalnya, ketika satu anak dalam kelompok permainan memiliki lato-lato, yang lainnya pun tidak mau kalah dan ingin memiliki. Entah karena penasaran atau memang terlihat seru dan mengasyikkan saat dimainkan.
Situasi ini juga membuat para pedagang mainan anak-anak kembali menytok permainan yang sudah lama tidak mereka jual. Bagaimana tidak, dalam sehari, puluhan orang menyatroni dagangan mereka dan menanyakan ketersediaan lato-lato di toko.
Stok lato-lato tersebut didatangkan langsung dari Surabaya dan Kudus, Jawa Timur. Kabar dari para pedagang menyebutkan, pabrik yang memroduksi lato-lato ini merupakan pabrik hanger jemuran yang sengaja banting stir untuk memenuhi permintaan pasar dari mainan ini.
“Trennya mulai di Jawa. Di Denpasar mulai ramai awal Desember. Setelah banyak yang cari, baru kami stok 10 karung isi 500 pasang lato-lato,” kata Fandy, 29, pemilik Fandy Toys di Jalan Setiabudi nomor 33, Desa Pemecutan Kaja, Denpasar Barat
Sebagai pemain lama dalam dunia bisnis mainan, ia membeberkan harga lato-lato sebelum viral hanya Rp 2.500 per pasang untuk harga grosiran. Namun, harga itu kini sudah menjadi dua kali lipat yakni Rp 5.000 per pasang. Sedangkan untuk eceran awalnya Rp 4.000 per pasang, kini sudah mencapai Rp 8.000.(gk/maja)